Kritis Terhadap Agama
Unplash.com Paweling.com - Banyak mahasiswa yang tidak paham mengenai alur berfikir filosofi dan para filsuf. Kebanyakan dari mereka mengan...

![]() |
Unplash.com |
Paweling.com - Banyak mahasiswa yang tidak paham mengenai alur berfikir filosofi dan para filsuf. Kebanyakan dari mereka menganggap jika para filosof tidak beragama, atau kalau beragama mereka sangat jauh dari nilai-nilai keagamaan. Pandangan inilah yang kemudian menjadikan ilmu filsafat sepi peminatnya.
Tetapi jika mau belajar sedikit lebih dalam, sebenarnya banyak dari filosof yang pandangannya mengenai agama lebih agamis daripada ahli agama itu sendiri. Salah satunya adalah Immanuel Kant, filsuf asal Jerman tersebut membuat sebuah karya yang menurut saya adalah cara pandang terbaik untuk memandang agama pada masa modern ini.
Kant dikenal sebagai filosof dengan pandangan kritisisme, padangan ini berdasarkan pada 3 karya nya. Pertama adalah First Critique mendasarkan pada pandangan apa yang bisa dan tidak bisa dipahami oleh manusia, kedua adalah Second Critique mengambil dari sudut pandang praktis, tentang apa yang harus dan tidak harus manusia lakukan.
Dan yang ketiga adalah Third Critique mendang tentang apa yang bisa dan tidak bisa manusia harapkan. Dari ketiga hal tersebutlah Kant membagi proses kritis pada wilayah yang bisa dikaji oleh manusia, sementara yang tidak bisa dikaji, diketahui dan tidak bisa diharapkan oleh Kant dimasukkan dalam kategori transendental. Pada wilayah transendental inilah kajian kritis tidak bisa dilakukan.
Pandangan kritis Kant terhadap agama
Jika orang lain yang beragama maka mereka berfikir sudah cukup beragama dengan menjalankan perintah-perintah Tuhan. Tapi hal tersebut berbeda dengan Kant, Persoalan mengenai agama dan keberagamaan menjadi rumit jika dihadapan Kant.
Bagaimana agama itu, dan proses keberagamaan itu bagaimana, apakah cukup menjalankan perintah Tuhan maka orang tersebut bisa disebut manusia beriman dan sholeh. Kemudian orang yang sudah beragama, apakah itu atas pilihannya sendiri atau atas dasar dari ketakutan akan dunia selanjutnya, atau mungkin juga rajin dalam proses keberagamaannya untuk mendapatkan kenikmatan surgawi.
Manusia menurut sifatnya adalah makhluk yang membutuhkan sandaran dalam segala tindakannya. Pertama-tama manusia harus paham tentang kondisi yang baik dan buruk. Manusia sejatinya memiliki sikap baik, tetapi karena satu hal mereka bisa menjadi jahat.
Tetapi ada beberapa sisi baik dalam kebaikan atau kejahatan yang menurut Kant adalah perkara yang tidak bisa dicapai oleh rasio (akal manusia). Karena hal tersebutlah kemudian muncul yang namanya agama untuk menjelaskan perkara yang tidak bisa dicapai oleh rasio tadi.
Adanya rasio yang tidak bisa dicapai oleh indera manusia menjadikan pandangan agama itu tidak bisa dicapai oleh rasio manusia. Pengetahuan tentang agama yang dipahami oleh manusia sebenarnya bukan sejatinya tentang agama tersebut.
Maka dari itulah, pandangan agama yang mengatakan jika orang beragama harus begini, berbuat ini. Misal kalau dalam Islam, muslim itu harus berjenggot, memakai sorban dan lainnya. Itu harus dipandang secara kritis, apakah yang membangun agama Islam adalah berjenggot, memakai sorban.
Kritis terhadap sakralitas agama juga penting untuk dilakukan, misal terhadap simbol-simbol keislaman, apakah itu termasuk bagian dari dasar agama Islam yang harus dibela mati-matian atau tidak. Sakralitas terhadap tokoh-tokoh agama, ini menjadi cermin dari Islam itu sendiri atau malah tidak.
Cara pandang Kant terhadap agama memberikan konsep berfikir kritis terhadap proses keberagaman. Sebagai manusia modern, sudah sepantasnya kita kritis terhadap agama, karena sekarang banyak orang yang mengatakan sebagai agamawan, tapi prosesnya dalam beragama sangat jauh dari nilai keberagamaan itu sendiri.
Penulis : Lohanna Wibbi Assiddi
Menurut Hassan hanafi, pola pikir diatas adalah pola pikir membebek, tidak merdeka dan inferior.
BalasHapusletak pola fikir membebeknya dimana ya kak ?.
BalasHapus